Yulia Rahmi (Yuli), mahasiswi Universitas Islam Siliwangi (UNIS) jurusan Bahasa Inggris (2003), udah setahun ini menggeluti dunia enterpreneur yang dibangunnya bersama kakak dan rekanannya di bawah nama “Dzikra Bamboe”. Produk yang ditawarkannya cukup unik dan sangat Indonesia. Tapi hal lain yang paling oke dan patut diacungi jempol adalah, dalam mengembangkan usahanya ini, Yuli pun melibatkan masyarakat sekitar, lho! Artinya ia turut berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya. Great, isn’t it? So, simak deh pengakuan Yuli tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan usahanya itu.
Dzikra Bamboe
Berdiri 28 Juni 2006. Dzikra itu singkatan dari Dzikir sambil berkarya. Jadi waktu itu lagi malam Nuzulul Quran, kita ngobrol-ngobrol dan sepakat pengen bikin usaha yang unik. Dan tercetuslah nama Dzikra Bamboe.
The Owner
Saya, kakak saya dan Pak Dede. Saya sebagai marketing, Pak Dede desainer & produksi, dan kakak saya lebih ke humas untuk pemerintahannya, karena kebetulan ia bekerja di dinas koperasi Jawa barat.
Awal ketertarikan
Saya melihat ada peluang bisnis dari anyaman ini, karena keunikannya. Menurut saya kalo mau bisnis, kita harus punya keunikan dalam berkreasi. Selama ini kan bambu hanya jadi bilik, sedangkan saya memanfaatkan bambu untuk fungsi lainnya. Saya memadukan antara guna dan seni, karena itu yang dicari orang: suka dan perlu. Jadi meskipun hanya untuk tempat buah misalnya, sebisa mungkin tempat itu kita buat dengan karya seni.
Produk
Tudung saji, lampu berbentuk pagoda, keranjang parsel, frame, dll.
Desain
Desain ada yang dari pak Udin (pengelola yang di Bogor), yaitu rantang, tudung saji dan lampu pagoda, selebihnya Pak Dede. Tapi terbuka juga bagi mereka yang memiliki ide-ide kreatif.
Material
Semua material berasal dari bambu. Kebetulan kami tinggal di sekitar Citarum, masih banyak air, jadi kami tanam disitu. Yang susah adalah bambu hitam, karena sulit dicari, jadi ke depannya saya pengen menanam bambu hitam karena selama ini saya hanya membeli bambu hitam, tidak menanamnya.
Produktivitas
Saya memberdayakan masyarakat sekitar. Jadi dalam proses produksinya dibagi menjadi 3 bagian: rangka, nganyam, dan finishing. Yang merangka adalah bapak-bapak, nganyam ibu-ibu, finishing bapak-bapak. Saya tidak bisa bilang produktivitas per harinya berapa, karena tergantung mood-nya ibu-ibu. Bisa jadi sehari 3, atau lebih, atau kurang.
Alasan nggak ngerjain sendiri
Kalo sendiri, saya rasa saya akan kewalahan, karena saya kan juga sambil kuliah. Tapi yang penting saya tau prosesnya seperti apa. Lagian saya lebih senang mengajak masyarakat, karena mereka juga butuh penghasilan. Mereka juga sebenarnya kan enak, pelatihan gratis, bahan dari kita, dan hasilnya pun saya bayar.
Modal Awal
Saya memulai usaha ini dengan modal kurang lebih 10 juta, dari hasil patungan bertiga. Waktu itu saya minjem duit orang tua dulu. Yang bikin mahal adalah alat khusus yang digunakan untuk membuat suatu bentuk/rangka. Trus kompresornya (untuk memperhalus bambu) juga mahal. Selain itu yang sekarang saya butuhkan juga adalah alat untuk bikin tali, karena sekarang kami masih tradisional, pake tangan. Tapi kalo pake tangan ketipisannya bisa berbeda. Makanya sekarang saya juga lagi ngajuin ke salah satu perusahaan untuk program pembinaannya, mudah-mudahan bisa dikabulin jadi saya bisa beli alatnya.
Pemasaran
Kalau untuk daerah Bandung saya pasarkan ke hotel-hotel dan restoran. Saya baru punya workshop / pabrik, tapi rencananya mudah-mudahan di tahun 2007 ini saya bisa buka galeri di Padalarang. Alhamdulillah saya sudah ekspor ke Malaysia. Untuk bulan kemarin kami sudah mengirim sekitar 100 tudung saji, namun katanya permintaan akan meningkat pada lebaran nanti, yaitu untuk produk rantang dan parsel.
Media Promosi
Media promosi kami melalui internet, dan mengikuti pameran-pameran UKM.
Karyawan
Karyawan saya 10-15 orang, mulai dari anak-anak sekolah / putus sekolah, ibu-ibu sampai bapak-bapak. Mereka kita latih dulu. Mereka sih senang-senang saja.
Penggajian karyawan
Tergantung dengan besar-kecilnya produk. Misalnya untuk produk yang kecil, saya bayar Rp 2000/pcs/tugas (rangka/ nganyam/ finishing).
Harga Produk
Kami menjual antara Rp 10.000, (frame) - Rp 100.000,- (tudung saji besar). Kenapa mahal, ya karena proses pembuatannya sendiri kan cukup susah.
Laba
Sebenernya sampai saat ini pun saya belom bisa all out ya, karena hasil dari penjualan masih terus kita puter untuk modal, jadi belom bisa mengenyam hasilnya.
Kendala
Kendala yang dihadapi banyak. Pertama, tenaga kerja terbatas. Kedua, pemasaran yang agak terbentur, karena untuk kelas menengah ke bawah produksi kami dinilai mahal, jadi kami harus berusaha bagaimana caranya agar terjadi proses penjualan. Kami menyadari kalo produk ini sebenarnya kan masalah selera juga. Jadi kalo dijual di pasar ya pasti pada bilang mahal, karena mereka tidak melihat seninya. Sedangkan untuk pembeli di restoran atau hotel, mereka tidak kontinuitas, jadi hanya beli, that's it. Ya mungkin karena produk ini tahan lama juga kali yaa, jadi yang udah dibeli masih pada bagus.
Bagi waktu antara kuliah dan kerja
Ini yang paling sulit. Paling ya.. saya kan kuliah pagi. Pulang kuliah saya ngajar bahasa inggris di tempat les, sampe sore. Tapi karena sekarang saya juga lagi skripsi, jadi kuliahnya udah nggak padet.. Biasanya saya melakukan QC (quality control) pada malem harinya. Tapi malah seringnya, mereka udah nyetor duluan sebelum saya kontrol. Saya rasa mungkin karena mereka udah terbiasa, jadi udah pada bisa menyesuaikan dengan standar kualitas yang bagus..
Kalo ada rejeki, maunya ekspansi or diversifikasi usaha?
Saya lebih senang mengembangkannya, karena target market kami udah jelas, produk kami diakui menarik & kreatif, jadi buat apa susah-susah cari usaha lain lagi?
Harapan
Saya percaya, namanya usaha pasti ada untung. Sekarang saya ini kan masih dibilang merintis, tapi mudah-mudahan suatu hari nanti bisa menjadi perusahaan besar yang dikenal masyarakat luas.
Obsesi
Pengen jadi pengusaha sukses
ada yang butuh bambu hitam hub 085645955560
BalasHapus